Kamakobo. |
Negara Indonesia memiliki wilayah perairan yang sangat luas sehingga potensi perikanan pun menjadi sangat tinggi, terutama terdiri atas ikan cucut dan berbagai jenis ikan tuna serta ikan cakalang. Tapi sayangnya tidak banyak orang yang menyukai untuk mengkonsumsi daging ikan cucut. Mungkin dikarenakan daging ikan ini mengeluarkan bau yang tidak sedap. Mirip seperti bau air seni (urine). Itu dikarenakan hasil perombakan urea menjadi amoniak selama penanganan ikan cucut tersebut.
Ikan cucut memang memiliki kandungan urea yang cukup tinggi walaupun belum mencapai ambang batas yang membahayakan. Keadaan ini mengakibatkan pemanfaatan daging ikan cucut masih sangat terbatas dibandingkan dengan jumlah yang sudah tertangkap. Padahal daging ikan cucut memiliki kandungan protein sekitar 16% hingga 22%.
Sebelum ikan cucut dijadikan bahan makanan, bagaimana cara menghilangkan kandungan urea dan amoniak dari dalam dagingnya? Pertama yang harus diingat adalah bahwa peralatan dan bahan yang akan digunakan untuk menghilangkan kandungan urea dan amoniak itu harus aman dan tidak membahayakan kesehatan konsumen. Sebaiknya seminimal mungkin menggunakan bahan kimia, jika tidak bisa menghindarinya sama sekali.
Beberapa cara mengolah daging ikan cucut telah dicoba di Indonesia namun hasil produk olahannya masih berbau dan kurang disenangi oleh konsumen. Cara pengolahan daging ikan cucut di negara Jepang agak berbeda dengan cara pengolahan di Indonesia. Di negeri itu pengolahan ikan cucut dilakukan dengan cara mencampurnya dengan jenis ikan-ikan yang lain. Hasil jenis olahan tersebut misalnya sosis ikan dan fish stick. Dalam bahasa Jepang, sosis ikan dikenal dengan sebutan kamakobo dan satsuma age.
Cara pengolahan sosis ikan seperti yang dilakukan di Jepang adalah sebagai-berikut. Bahan mentah yang digunakan terdiri atas 70% daging ikan tuna dan 30% daging ikan cucut. Daging dari kedua jenis ikan tadi dipotong kecil-kecil secara terpisah. Lalu direndam secara berulang-ulang dengan air es. Perendaman dengan cara seperti itu bertujuan untuk melarutkan dan mencuci zat-zat yang tidak dikehendaki dalam daging tersebut, misalnya kandungan urea dan amoniak.
Kemudian daging itu diputar dengan alat pemutar. Tujuannya untuk mengeluarkan sebanyak mungkin air yang sudah melarutkan urea dan amoniak tadi. Setelah dilakukan pemutaran, bau ikan cucut itu diuji. Jika masih terdapat bau amoniak (pesing) harus dilakukan perendaman dan pemutaran lagi hingga bau amoniak itu menghilang, setidaknya tidak tercium lagi. Lalu daging tersebut dimasukkan ke dalam penggilingan daging. Setelah daging digiling dan menjadi hancur, lalu dimasukkan ke dalam mesin pencampur daging dengan bumbu-bumbu dan bahan pengawet.
Bahan pengawet yang digunakan adalah Natrium Nitrit sebanyak 0,005%, Natrium Ascorbat sebanyak 0,1%, dan garam sebanyak 3% dari berat seluruh daging ikan yang digunakan. Kemudian daging ikan tersebut dicetak, dicuci, direbus sebanyak dua kali dan akhirnya sosis ikan yang sudah jadi disimpan dalam ruang dingin dengan suhu 4ºC selama menunggu saat pemasaran.
Untuk membuat fish stick menggunakan cara yang lain lagi. Bahan mentahnya terdiri atas ikan kembung atau yang sejenisnya dan cumi-cumi sebanyak 60% dan ikan cucut sebanyak 40%. Daging ikan cucut diolah dengan cara yang sama seperti pada pembuatan sosis ikan. Ketiga jenis daging ikan ini kemudian dihancurkan dalam mesin penghancur lalu dicampur dengan bumbu-bumbu dan pengawet dalam mesin pencampur. Bahan pengawet yang digunakan adalah Asam Ascorbat sebanyak 0,1% dan garam (NaCl) sebanyak 2% dari total berat daging yang diolah.
Setelah dicampur dengan rata, lalu dibekukan selama satu malam dengan suhu -25ºC. Keesokan harinya diiris-iris tipis dengan ukuran 8 Cm x 3 Cm x 0,9 Cm. Lalu dicelupkan ke dalam cairan kental tepung terigu. Akhirnya dilapisi dengan roti kering yang sudah dihancurkan sampai halus pada bagian luarnya. Kemudian hasil akhir ini disimpan dalam ruang dingin dengan suhu sekitar 0ºC selama menunggu pemasaran. Sebelum dimakan, fish stick digoreng terlebih dahulu.
Kedua hasil olahan tadi (sosis ikan dan fish stick) telah diuji secara sensoris, secara kimia, dan secara mikrobiologis di laboratorium. Dari hasil pengujian secara sensoris antara lain diperoleh data tentang rasa dan bau. Sembilan puluh persen penguji menyatakan bahwa rasa dan bau amoniak tidak ada lagi. Dan sepuluh persen penguji lainnya menyatakan bahwa rasa dan bau tersebut masih ada, tapi tidak nyata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar